Selasa, 23 Februari 2016

helloooo again, long time no "write" make me crazy. oke ngga sepenuhnya gila sih, cuma ya mungkin kalo bakalan ada typo disana-sini ya mohon dimaafkan sajalah ya.

oke, kali ini bukan my friends true story, tapi my story. sebenernya mulai agak jengah dengan WH questions yang dilontarkan orang-orang sekitar. bukan berarti aku tidak ingin menjawabnya, tapi ya sekarang gini deh, kalian sudah mencapai sebuah "goal" yang bilang saja membanggakan, tapi tidak lantas membuat kalian merasa menang dariku atau dari orang lainnya bukan?.

oke, pertanyaan "kapan menikah?" itu sesuatu yang sangat sensitif (buatku pribadi sih sebenernya) kalau dilontarkan pada waktu yang kurang tepat. mau tau contoh waktu yang engga tepat kayak apa? mmm..iya ke aku, perempuan 27 tahun yang sangat menginginkan sebuah pernikahan.

kalau mood sedang tidak bagus, kalian sadar atau tidak, karena pertanyaan kalian itu, bakal rusak seluruh sisa mood hari itu.

kalian menanyakan hal itu tidak lantas membuat kalian adalah orang yang peduli tentang bagaimana kehidupanku kan? kalian hanya memiliki rasa ingin tahu yang besar dan berharap mencoba menemukan pertanyaan lanjutan nantinya.

misal, aku sudah menikah. kalian akan mengganti pertanyaan dengan, "kapan punya anak?", ketika aku sudah mempunyai anak, kalian lagi-lagi akan mengganti pertanyaannya menjadi "kapan punya adik baru?". oh heeii, tidak akan ada habisnya kan? jadi, bisakah berhenti menanyakan kapan menikah kapan kesana kapan kesini kepada aku atau teman kalian lainnya?.

tidak akan ada perempuan yang tidak menginginkan pernikahan. mereka memiliki banyak alasan yang bahkan tidak akan dipahami oleh orang yang memiliki pikiran sempit. sorry to say, but its true.
1. mereka memikirkan pendidikan/karirnya terlebih dahulu
2. mereka memiliki tanggung jawab besar terhadap adik atau kedua orangtuanya
3. mereka belum menemukan seseorang yang dirasa cocok untuk menjadi pasangan seumur hidupnya\
4. mereka mempertimbangkan banyak hal

dalam hal mempertimbangkan banyak hal, selain poin 1 hingga 3, masih ada banyak lagi. misal, apakah sudah yakin jika ia memutuskan untuk menikah, mereka memiliki kesiapan dari segi materil. oke, rezeki memang sudah ditetapkan bahkan sejak sebelum kita dilahirkan, tapi tidak justru membuat kita menggampangkan segala hal dong?

seorang teman pernah berpendapat, rezeki memang sudah diatur, tetapi semua kembali kepada keyakinan masing-masing. jika kita tidak meyakininya, lebih baik tidak daripada setengah-setengah. untuk mereka yang meyakini bahwa menikah adalah satu dari sekian banyak cara membuka pintu rezeki, hal baiknya adalah mereka tidak akan membuat sebuah pernikahan menjadi sebuah beban.

belum lagi biaya pernikahan. memang, pernikahan tidak mengharuskan sebuah pesta mewah mengundang seluruh kampung dan teman-teman. namun, tentu kita ingin sesuatu yang spesial bukan. jika saja aku kebetulan putri dari seorang pengusaha dengan aset ratusan juta, aku sangat ingin menikah besok pagi.

namun, semua kembali ke masalah keputusan tiap pribadi.

(ew).