Jumat, 05 September 2014

Sama-sama Suka, Belum Tentu Bisa Sama-sama



Kembali dengan my (friend) true story. Yang akan aku ceritakan kali ini tentang dua orang yang saling menyukai, bahkan mungkin telah ada sepotong rasa menyayangi pada hati masing-masing.

Temanku bernama Tiara. Ia perempuan yang sudah cukup lama kukenal, lebih dari enam tahun. Setelah sempat mengalami patah hati karena laki-laki yang dicintainya menika, akhirnya Tara berhasil move on. Ia mulai membuka hatinya untuk orang baru. Meyakinkan bahwa tidak semua laki-laki bersifat sama.

Langit. Ia adalah laki-laki yang berhasil membuat pintu hati Tiara kembali terbuka untuk seorang laki-laki. Langit adalah teman sekantor Tiara. Senior sekaligus tentornya. Laki-laki berdarah blasteran Jawa-Betawi itu meluluhkan Tiara karena senyumnya.

Pada awalnya, Tiara hanya menganggap perlakuan Langit kepadanya candaa saja. Iseng menanyakan Tiara kepada teman dekatnya sempat dilakukan oleh Langit, namun lagi-lagi Tiara menganggapnya angin lalu.

Satu keunggulan yang dimiliki oleh perempuan tentu sudah diketahui oleh semua orang, adalah sensitif. Perempuan cenderung akan sadar jika ada laki-laki yang sedang mendekatinya atau sekedar memperhatikannya. Begitu pula dengan Tiara. Ketika ia mulai sadar bahwa Langit menyukainya, ia perlahan membiarkan pintu itu kembali terbuka.

Rekan kantor yang juga menyadari dan mencium gelagat rasa suka antara keduanya, terkadang ikut pula memberikan dorongan berupa bumbu-bumbu untuk menciptakan percikan rasa antara keduanya. Namun, keduanya masih malu-malu mengakui bahwa rasa suka sudah ada pada hati mereka.

Telah kurang lebih setahun Tiara bekerja bersama Langit. Namun, tidak pula menunjukkan adanya kemajuan dalam hubungan mereka. Akhirnya atas inisiatif seorang teman pun menanyakan perihal perasaan Langit pada Tiara. Yang mungkin bisa dikenal sebagai mak comblang oleh anak-anak zaman sekarang. Kita sebut saja Ale.

Ale yang kebetulan makan siang bersama Langit membuka percakapan.
Ale : sebenernya loe suka nggak sih sama Tiara?
Langit : wah..ada apa ini? kok jadi bahas Tiara?
Ale : udah jawab aja, gimana?
Langit : iya gue suka

Akhirnya Langit menceritakan alasan mengapa ia tak kunjung melanjutkan niat untuk mendekati Tiara. Langit menilai tiara sebagai seorang perempuan matang yang sudah siap untuk menikah. Usia Tiara saat itu baru 24 tahu, terpaut 4 tahun darinya.

Penilaian Langit tersebut timbul karena sikap Tiara selama ini. Tiara terbilang perempuan yang rajin menjalankan shalat baik wajib maupun sunah, serta puasa sunah (senin-kamis). Dari sanalah Langit merasa bahwa, perempuan seperti Tiara tidak untuk dipacari, tapi pasti akan segera meminta untuk menikah jika mereka dekat nanti.

Sementara di sisi lain, Langit masih memiliki mimpi-mimpi lain, menikah masih masuk daftar kesekian. Ia masih berniat untuk menyiapkan semua untuk istri dan keluarganya kelak. Langit ingin saat ia memutuskan menikah nanti, semua sudah siap. Baik sandang, papan, atau kesiapan pangan.

Ale menyampaikan hasil obrolan tersebut kepada Tiara tanpa ditamb-tambahi. Tiara mencoba mencerna maksud Langit. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk bersabar dan ikut memendam rasa sukanya untuk Langit. Sama halnya dengan yang sedang Langit lakukan, memendam perasaannya.

Tiara menyampaikan padaku, bahwa "sama-sama suka, belum tentu bisa bersama-sama". Seperti itulah yang terjadi pada hubungannya dengan Langit. Kudoakan hubungan mereka happy ending dan berakhir ke pelaminan. Suka memang tidak perlu diungkapkan, namun saling tahu perasaan masing-masing namun tidak dapat bersama pun akan menyakitkan.

(ew)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar