Jumat, 05 September 2014

Dilema Perjodohan Dari Orang Tua

Base on my (friend) story kali ini dari salah seorang temanku yang sangat menggemari drama Korea. Mulai dari yang mendapat rekomendasi dari teman, hingga drama-drama baru yang bahkan pemainnya tidak terkenal sekalipun. Tidak jarang aku mendengar tengah malam ada suara cekikikan dari kamarnya. Itu tandanya ia sedang tenggelam menikmati drama komedi Korea. Atau jika besok pagi ia bangun dengan mata sembab, berarti semalaman ia baru menyelesaikan drama romantisnya.

Dina ini pribadi yang menurutku sangat menyenangkan, ia santai, terkadang cuek dan acuh sekali dengan pendapat orang lain, terkesan tidak peduli malah dengan apapun yang orang katakan tentang dirinya. Ia satu tahun lebih muda daripada aku, tapi kadang pemikirannya sangat jauh lebih dewasa dariku.

Singkat cerita, ternyata orangtua Dina menjodohkannya dengan putra dari teman mereka. Bagas nama laki-laki itu. Usia Dina dan Bagas terpaut cukup jauh. Dina kala itu baru berusia 22 tahun, sedangkan Bagas berusia 28 tahun. Ukuran laki-laki siap menikah dan matang dog tentunya.

Orangtua Dina dan Bagas mengatur pertemuan untuk anak mereka tersebut. Akhirnya diputuskan, mereka akan bertemu pada malam jum'at kliwon mendatang. Bukan karena mereka akan menjalani ritual, hanya kebetulan saja pada hari tersebut ada arisan keluarga.

Dina dan Bagas sepakat untuk menerima perjodohan tersebut. Mereka mengiyakan keinginan orangtua mereka untuk menikahkan mereka kurang lebih satu tahun dari sekarang. Dina dan Bagas ceritanya pada saat itu disebut jadian. Dengan mak comblang kelas kakap, yaitu orangtua mereka.

Bagas ternyata merupakan laki-laki yang pemalu. Ia tidak akan menghubungi Dina jika tidak dihubungi terlebih dahulu. DIa juga tidak akan berinisiatif mengajak Dina bertemu, jika tidak diajak terlebih dahulu. Dina memaklumi hal tersebut karena tahu bahwa Bagas belum pernah memiliki seorang kekasihpun sebelumnya.

Akhirnya Dina mengambil langkah terlebih dahulu. Disamping karena memang Bagas tampan, ia juga tidak ingin diributkan oleh orangtuaya yang seringkali menanyakan kabar Bagas. Pada beberapa bulan pertama sejak awal mereka bertemu, Dina selalu menghubungi Bagas terlebih dahulu. Bertemu dan mengobrol juga sudah menjadi rutinitas mereka akhir-akhir ini.

Namun, dua bulan menjelang hari pertunangan mereka, Dina mengambil sebuah langkah besar. Ia menanyakan kepada Bagas, bagaimana sebenarnya perasaannya selama ini, karena memng Dina merasa tidak adanya chemistry yang muncul antara mereka.

Bagas menyatakan sebenarnya ia hanya menyukai Dina, namun ia belum merasakan bahwa Dina akan menjadi perempuan yang ia inginkan untuk mendampinginya nanti. Dari sanalah akhirnya Dina dan Bagas bersepakatt untuk mengakhiri hubungan mereka.

Yang paling berat sebenarnya bukan mengakhiri hubungan keduanya, namun menjelaskan kepada kedua orangtua mereka. Dina dan Bagas bersepakat secara pelan-pelan akan menerangkan kepada orangtua masing-masing, bahwa mereka tidak menginginkan perjodohan ini dilanjutkan.

Kejadian ini sudah terjadi kurang lebih dua tahun lalu. Dan sejak aku menuliskannya saat ini, aku masih belum mendengar kabar bahwa Dina sudah menemukan laki-laki "pengganti" Bagas. Dina memang perempuan yang menikmati kesendiriannya. Sebenarnya ia tidak sendirian, ia ditemani oleh koleksi drma Korea yang sering diburunya di toko-toko dvd bajakan stasiu Pasar Minggu (haha).

Aku sendiri juga pernah hampir menjalani sebuah perjodohan. Bapak memiliki sahabat karib ketika dulu mereka sama-sama ikut program transmigrasi ke Sumatra. Nama temannya itu om Nurdin. Waktu itu aku baru saja lulus SMA dan akan berangkat ke Bogor untuk kuliah.

Aku dan bapak mengunjungi rumah Om Nurdin, yang menurut cerita bapak sudah hampir lima tahun tidak ditemuinya. Sepulang dari rumah beliau, tidak lama kemudian bapak medapat telpon dari om Nurdin, bahwa ia berniat mencomblangkan putranya yang bernama Eko denganku.

Aku yang pada saat itu masih bocah ingusan tentu menolaknya. Dengan pertimbangan, aku belum tentu akan menikah  dengannya dalam waktu lima tahun lagi. Ibu juga tidak menyetujui usulan kedua bapak-bapak itu. Begitulah hingga akhirnya aku batal mengalami dilema perjodohan (haha).

(ew).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar