Seorang teman laki-laki saya tiba-tiba muncul dan bercerita bahwa kekasihnya memberikan target kepadanya untuk segera menikahinya. Segera yang saya maksud tidak saat itu juga, atau bulan depan, tetapi tahun depan. Ini bulan Agustus tahun 2013, kekasih teman saya terebut menargetkan mereka harus segera menikah setelah lebaran tahun depan.
Teman saya yang sadar akan kondisinya yang masih merasa belum siap menjadi patah semangat dengan hubungan mereka. Karena tidak dapat menjanjikan apapun kepada sang kekasih, akhirnya teman saya tersebut (sebut saja Ali), menyerahkan segala keputusan tentang keberlanjutan hubungan mereka kepada sang perempuan (sebut saja Mita).
Mita dan Ali adalah pasangan seumuran, mereka sama-sama menginjak usia 25 tahun pada tahun ini. Hubungan yang mereka jalani sudah berlangsung kurang lebih dua tahun. Secara tingkat kesiapan, menurut iklan BKKBN di televisi, kesiapan perempuan untuk menikah berada pada usia 21-25 tahun, sedangkan 24-28 tahun untuk laki-laki.
Mita yang merasa sudah siap karena sudah terlebih dahulu memiliki pekerjaan, mungkin timbul di dalam hatinya keinginan untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang yang lebih serius. Disamping itu, Ali yang secara kebetulan baru lulus dari kampusnya dengan sedikit terlambat, merasa perlu sedikit waktu untuk menata masa depannya.
Dari hal tersebut, hubungan mereka menjadi kurang harmonis. Mita menjadi sering marah dan kurang mengerti posisi Ali. Sementara Ali menjadi lebih sensitif dan kian acuh. Akhirnya Ali menyampaikan apa yang ia rasakan kepada Mita. Karena hal ini sudah terjadi sejak awal tahun 2014 lalu, tentu Ali sudah berpengalaman menghadapinya.
Ali menerangkan bahwa ia membutuhkan sedikit waktu, namun jika memang Mita tidak dapat menunggu, ia mengikhlaskan Mita jika memang Mita menemukan laki-laki lain.
Kasus seperti di atas sudah sangat sering saya dengar dari beberapa orang teman dekat saya. Beberapa berhasil melewatinya, beberapa pula justru berakhir dengan perpisahan.
Jika berbicara tentang pernikahan, tentu akan sangat berbeda pandangan baik dari perempuan maupun laki-laki. Pola pikir mereka mempunyai penalaran tersendiri dalam hal tersebut. Mari kita lihat dari kedua sisi :
Perempuan :
Pada usia setelah lulus perguruan tinggi, berkisar antara 22-24 tahun, seorang perempuan biasanya akan mulai memikirkan apakah hubungannya dengan pasangannya akan berakhir hingga ke jenjang pernikahan, atau ini hanya sebuah hubungan biasa. Biasanya pada usia tersebut seorang perempuan sudah bekerja, memiliki calo pendamping, dan sedikit desakan dari orang sekitar tentang "kapan menikah" secara tidak langsung.
Keadaan semakin diperparah dengan beberapa teman dekat yang sudah dan akan menikah. Sedikit banyak tentu pertanyaan "aku kapan" akan muncul di benak mereka. Namun, masa tersebut biasanya ada jangka waktunya. Akan tiba di suatu waktu, perempuan mulai tidak akan memikirkan pentingnya sebuah pernikahan, misalnya jika usia mereka sudah menginjak kepala tiga.
Kekhawatiran akan hal tersebutlah yang terkadang membuat beberapa perempuan merasa perlu menegaskan kepada pasangannya bahwa ia ingin menikah, secepatnya.
Laki-laki
Seperti yang telah saya katakan di awal, pemikiran perempuan dan laki-laki jauh berbeda. Laki-laki berpikir secara lebih terarah, pelan-pelan, dan mendetil. Mereka menyiapkan segala sesuatuya dengan seksama demi hasil yang sempurna.
Untuk kasus pasangan yang seumuran, bisa saja pada usia 25 tahun, dimana biasanya perempuan sudah mendekati penalty, kaum laki-laki justru baru akan mulai menata masa depannya. Beristirahat sejenak setelah menyelesaikan kuliah, mencari pekerjaan pada tahun berikutnya, memenuhi kantongnya untuk kegiatan hobinya, baru setelah itu memikirkan sebuah keluarga. Tentu tidak semua laki-laki berpikir demikian, karena banyak teman dekatku menikah dengan pasangan seumuran, dan mereka enjoy saja.
Satu hal yang sangat jelas adalah, laki-laki tidak menyukai sebuah paksaan/desakan. Jadi, untuk para perempuan, jika memang keinginan kalian untuk membentuk sebuah keluarga adalah dengan laki-laki yang saat ini mejadi kekasih Anda, bersabarlah. Jika mereka serius denganmu, mereka tentu akan berpikir untuk menikahimu, meskipun sedikit terlambat.
Namun, jika memang kamu merasa sebegitu pentingnya menikah dalam "tempo yang sesingkat-singkatnya", jangan salahkan laki-laki jika ia berhenti dan menyerah.
NB : mohon maaf kepada Ali karena namamu diseret-seret pada tulisan ini. Tenang, tidak akan ada yang tahu identitasmu yang sebenarnya (hehe).
(ew)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar