Minggu, 30 Juni 2013

mereka (petir, hujan, dan rembulan)

Senja menjelang saat aku duduk termenung menatap langit yang terlihat sendu. Tak berapa lama dia mulai menangis. Perlahan namun kian "keras". Diujung sana terlihat kilatan sang petir, si pemilik suara gemuruh sedang "marah-marah" seakan menegaskan pada hujan bahwa dia harus turun lebih deras lagi. Aku yang sedari tadi memerhatikan-pun tak dihiraukan oleh mereka. Lagian, memang ada petir atau hujan yang memerhatikanmu?

Tak berapa lama, petir menyerah, hujan berhenti, dan langit sore mulai merona kembali. Aku masih duduk disana tanpa ada yang memperdulikanku. Aku yang bertanya apakah hujan akan turun lagi? Apakah petir yang terus menyambar tersebut pertanda akan hujan lagi? Apakah rona langit sore ini akan memudar dan dikalahkan  oleh petir dan hujan?

Hari beranjak malam, hujan kembali tumpah, perlahan saja, petir menyambar. Benar. Rona cerah langit kembali memudar. Aku pasrah. Menikmati denting hujan di atap rumah, menutup telingaku karena amarah sang petir, dan menanti apakah rembulan malam ini akan terlihat indah seperti satu minggu lalu aat fullmoon? Aku menanti dan masih tidak ada yang memeprdulikanku. Mereka (hujan, petir, dan rembulan) masih berkutat dengan kesibukan masing-masing.

Saat malam benar-benar naik. Rembulan tak dapat kulihat, hanya sebagian sinarnya saja yang dapat kunikmati. Entah dimana sang rembulan, tetapi aku masih dapat melihat dengan sangat jelas petir masih saja bergemuruh di ujung sana, memanggil sang hujan yang sudah enggan untuk keluar.

Dan aku masih disana, termenung tanpa ada yang memeperdulikanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar