Secara jarak, aku tinggal jauh daru kedua orangtuaku. Asliku emang dari sebuah kota kecil di daerah Sumatra, tapi karena tujuh tahun lalu aku ngelanjutin kuliah, aku hijrah ke kota hujan, Bogor. Pertama seumur-umur jauh dari keluarga, dengan posisi aku cuma kenal sama beberapa teman yang kebetulan satu daerah dan ngelanjutin ke kampus yang sama.
Aku masih inget, malem itu hujan pertama yang aku alami di Bogor. As always, hujannya Bogor nggak akan lengkap kalau nggak pake petir/geluduk/gemuruh atau apa lagi itu namanya. Malem itu aku nangis kenceng, karena baru sadar mamak nggak ada disampingku pas petir "teriak" kenceng di langit. Yup..aku anak umur 17 tahun yang (waktu itu) kalo ada petir/geledek bakal nyari mamak dikamarnya, dan ngumpet diketeknya, karena kurasa itu tempat paling aman di dunia ini (haha). Oh iya, sampe lupa, mamak itu sapaan untuk ibu di kampungku, asal katanya dari mama.
Sekarang, sudah tujuh tahun berlalu dari malam itu. Aku sudah lulus dari kuliah sejak tahun 2012 lalu. Beberapa hari yang lalu, pas aku lagi ngobrol via SMS sama mamak, tiba-tiba mamak bilang "pengen punya cucu". Aku yang notabene belum pernah denger kalimat itu, kaget. Aku perempuan 25 tahun, tinggal di perantauan, punya pekerjaan, punya pacar, terbilang jarang pulang ke kampung halaman, dan mamak minta cucu. Artinya?.
Iya, mamakku mengisyaratkan sudah waktunya aku menikah. Yakan nggak mungkin juga aku ngasih mamak cucu tanpa sebelumnya ngasih beliau mantu, ya dong?.
Aku sebenernya belum pengen menikah. Oke, mungkin maksudku, aku pernah ingin menikah, tapi masa itu sudah lewat dua tahun lalu. Terus, apa tega aku bilang gitu ke mamak?. Misal, "nanti-nantilah mak, kalo udah waktunya juga nikah". Atau, "iya sabarlah mak, nanti juga aku nikah kok". Aku cuma jawab, "iya mak, doakan ajalah ya". Dan mamakku balas SMS-ku lagi dengan "tahun depan ya, keburu mamak tua, nggak kuat jagain cucu". Kalo udah gitu, bisa apa coba?. Lagi-lagi cuma bisa jawab, "iya mak, doakan aja ya".
Mungkin karena dulu mamak dinikahi bapak saat masih muda. Pas usia beliau baru 18 tahun. Pas beliau 20 tahun, sudah menetek-i dan mengganti popokku. Sudah lewat lima tahun dari usianya waktu itu. Tapi, aku suka cara mamak yang bertanya dengan tersirat dan tidak langsung ke intinya. Karena mamak yakin, aku akan mengerti bahasa paling sederhana yang ia ucapkan sekalipun.
Kalo diingat-ingat, mamak itu bisa dibilang adalah orang di rumah kami, yang nggak pernah bilang nggak kalo aku minta apapun. Perempuan yang ngedekor ruang tamu di rumah dengan perabot/aksesoris serba merah itu selalu berusaha jawab "iya" kalo aku minta sesuatu. Entah itu ada atau nggak, bisa atau nggak dipenuhi, yang penting iya dulu.
Beliau juga yang berusaha ngeyakinin bapak, buat ngelepas aku hidup dan kerja di kota hujan ini. Mamak pernah berpesan, "apa-apa itu tergantung yakin atau nggak, kalau belum yakin mending nggak usah dijalani daripada setengah-setengah". Itu pas aku "memaksakan" diri buat ikut kata bapak dan menerima pekerjaan yang dipilihkan bapak buatku.
Aku pernah nggak sengaja beberes rumah, dan nemuin buku hariannya. Disana ketulis jelas sebait kalimat, yang bunyinya "sumber kekuatanku adalah anak-anakku". Spontan aku nangis. Ternyata perempuan yang selalu kuat dan tersenyum di depan kami, adalah perempuan yang menganggap aku dan adikku adalah sumber kekuatannya menjalani kehidupan ini.
So, doakan aku ya biar bisa segera memberi mamak mantu, kemudian cucu.
"Tulisan ini disertakan dalam kegiatan Nulis Bareng Ibu. Tulisan lainnya dapat diakses di website http://nulisbarengibu.com”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar